DUALISME HUKUM
PIDANA DI NANGROE ACEH DARUSSALAM
ANALISIS TERHADAP
DAMPAK PENERAPAN HUKUM ISLAM
Abstrak
Tulisan ini adalah hasil penelitian
dari judul seperti dikemukakan di atas. Penelitian ini ingin menyoroti tentang
dampak penerapan hukum Islam yang sudah terlaksana di Nangroe Aceh Darussalam
(NAD) dalam kaitannya dengan dualisme hukum pidana. Hukum pidana Indonesia di
satu sisi selama ini secara umum termasuk NAD berpedoman kepada KUHP &
KUHAP yang diterapkan lewat Pengadilan Umum, di sana ada banyak hal yang tidak
dikenal pada syari`at Islam. Sekarang ini NAD lewat Otonomi khusus yang
seluas-luasnya mendapat kesempatan istimewa untuk menerapkan syari`at Islam
secara kaffah, tidak terkecuali hukum pidana Islam, dan ini dilakukan
lewat Mahkamah Syari`ah.
Lebih rinci,
rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut;
1.
Sejauh mana dualisme hukum pidana yang terjadi di NAD
sehubungan dengan penerapan syari`at Islam di sana ?
2.
Hukum pidana apa saja yang sudah diterapkan di NAD ?
3.
Kepada siapa saja hukum Islam itu diberlakukan ?
4.
Sejauh mana kemungkinan Mahkamah Agung dapat menukar
keputusan hukum Mahkamah Syari`ah, dan Mahkamah Syari`ah Propinsi di NAD ?
Tujuan
penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut;
1.
Untuk mengetahui sejauh mana dualisme hukum pidana yang
terjadi di NAD sehubungan dengan penerapan syari`at Islam di sana.
2.
Untuk mengetahui hukum pidana apa saja yang sudah
diterapkan di NAD.
3.
Untuk mengetahui kepada siapa saja hukum Islam itu
diberlakukan.
4.
Untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan Mahkamah Agung
dapat menukar keputusan hukum Mahkamah Syari`ah, dan Mahkamah Syari`ah Propinsi
di NAD.
Hipotesis yang
dikemukakan adalah diduga kuat bahwa sehubungan dengan adanya aturan yang
jelas, dan sikap taat hukum dari pihak penegak hukum, maka tidak terjadi
dualisme hukumk pidana di NAD .
Penelitian ini
diselesaikan dengan menggunakan langkah-langkah;
Penelitian ini
ditetapkan sebagai penelitian lapangan yang berlokasi di Propinsi NAD.
Sehubungan dengan itu, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
Propinsi NAD secara keseluruhan, yang terdiri dari 21 Daerah Tk.II, yaitu 17
Kabupaten dan 04 Kota. Selanjutnya,
untuk efisiensi dan kebutuhan yang ada, dengan tetap mempertahankan
aspek representativitas penelitian ini, maka ditentukan sampel hanya terbatas
pada empat daerah Tk. II saja, yaitu;
Banda Aceh, Aceh Utara, dan Aceh Timur, dan Aceh Selatan. Pada tiap-tiap
lokasi Daerah TK II dari sample tersebut ditentukan 40 orang responden.
karenanya sample pada empat lokasi tersebut berjumlah 3 X 40 orang = 160 orang
responden. Semua ini dijaring lewat alat pengumpulan data, yaitu; a). Observasi
b). Intervew dan c). Angket.
Sesuai
kapasitas penelitian ini, maka sumber penelitian ini terdiri dari; 1). Sumber
primer, yaitu keseluruhan data yang diperoleh dari lapangan, 2). Sumber
skunder, yaitu data yang bersifat literature, dan ini akan diperoleh dari
berbagai buku yang tersedia.
Berdasarkan
kebutuhan yang ada, maka penelitian ini diselesaikan dengan menggunakan metode
induktif, lewat pendekatan hukum dan sosiologis yang diolah secara deskriptis
analitis. Selanjutnya disajikan dalam bentuk penelitian kualitatif.
Ternyata, hasil penelitian
menunjukkan bahwa berlakunya syari`at Islam di NAD tidak berimplikasi kepada
munculnya dualisme hukum pidana. Hukum pidana Islam yang berlaku di NAD baru
sebagian kecil saja, yaitu; 1). Tentang Pelaksanaan Syari`at Islam Bidang
Aqidah, Ibadah, dan Syi`ar Islam yang diatur oleh Qanun Nomot 11 Tahun 2002,
2). Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya yang diatur oleh Qanun Nomor 12 Tahun
2003., 3). Tentang Maisir (Perjudian) yang diatur oleh Qanun Nomor 13 Tahun
2003., 4). Tentang Khalwat (Mesum) yang diatur oleh Qunun Nomor 14 Tahun 2003.,
5). Tentang Pengelolaan Zakat yang diatur oleh Qanun Nomor 7 Tahun 2004. Hukum
pidana Islam itu hanya berlaku bagi masyarakat muslim (baik masyarakat NAD,
maupun bukan) yang melakukan tindak pidana di NAD, sedang bagi non muslim tidak
berlaku sama sekali, demikian juga masyarakat NAD yang melakukan tindak pidana
di luar NAD. Dalam bentuk realitas belum ada perkara yang dimohonkan banding,
apalagi kasasi ke Mahkamah Agung, karenanya belum terlihat adanya keputusan
Mahkamah Agung yang membatalkan atau pun mengukuhkan putusan Mahkamah Syari`ah,
dan Mahkamah Syari`ah Propinsi yang berdasar kepada qanun tersebut. Secara
teoritis, dipahami bahwa Otonomi khusus yang seluas-luasnya bagi NAD untuk
melaksanakaan syari`at Islam, mengantarkan kita untuk mempedomani prinsip hukum
lex specialis derogat lex generalis (peraturan khusus dapat
mengesampingkan berlakunya suatu peraturan yang bersifat umum), artinya KUHP
& KUHAP tidak diberlakukan bagi masyarakat muslim di NAD sepanjang telah
diatur oleh qanun.
No comments:
Post a Comment